===================================================================
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Gunung Kawi Jawa Timur selalu dimitoskan sebagai sarana
pesugihan. Padahal sebenarnya tempat ini adalah punden Eyang Jogo. Namun karena
pandangan miring itu sudah melekat dalam masyarakat, maka gunung Kawi tersebut
dianggap mempunyai kekeramatan dalam hal perburuan harta kekayaan gaib lewat
ritual pesugihan. Berburu pesugihan memang tidak boleh gegabah dan harus
berpasrah diri. Dalam do’a pun, juga demikian. Keinginan
supaya bisa menjadi kaya, bisa datang lebih cepat dari harapan, tetapi dapat
juga malah sebaliknya. Pada ranah pesugihan, dikenal pesugihan Pohon Dewadaru.
Warga masyarakat Jawa mengenal satu tradisi yang sudah
ratusan bahkan ribuan tahun umurnya. Yakni, tradisi berburu kekayaan lazimnya
disebut pesugihan. Untuk menggapainya ilmu tersebut (pesugihan) bukan perkara
mudah. Karena dipercaya pelaku (orang bersangkutan) wajib menumbalkan nyawa,
dari salah seorang anggota keluarganya, bisa istri, anak, menantu atau yang
lainnya.
Kendati besar tebusan sekaligus resiko yang wajib dibayar,
akan tetapi anehnya jumlah orang yang memburunya berkecenderungan terus
bertambah pada setiap tahunnya. Hal itu berarti banyak orang yang ingin kaya
raya dengan cara melakukan ritual pesugihan.
Media permohonan pesugihan, bermacam-macam. Bisa melalui
punden, makam, sendang, pohon, dan bentuk tempat keramat lain. Guna terkabulnya
niatan itu, pelaku wajib atur sesaji pada penunggu gaib tempat tersebut. Fungsinya,
yaitu untuk memanggil supaya penunggu gaib berkenan muncul sekaligus mendengar
permintaan si pelaku. Dipercaya bahkan diyakini oleh sebagian orang terutama
para pemburu kekayaan, saat melakukan doa, siapapun orangnya tidak boleh
sembarangan.
Etika yang harus diikuti, antara lain harus santun, sabar
dan fokus dengan apa yang diminta. Semua hidupnya, digambarkan harus
diserahkan terhadapnya, si penunggu gaib tempat keramat tersebut. Berperilaku
seperti itu, memang tidak gampang, namun demi satu tujuan yang sudah
diperhitungkan untung dan ruginya, pelaku mau tidak mau harus mengerjakannya
dengan sepenuh hati. Agar penunggu gaib tempat keramat tersebut, bersedia
menerima doanya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Mengapa beberapa
peziarah memilih pohon dewandaru sebagai tempat ritual di Gunung Kawi?
2.
Bagaiamana motivasi
para peziarah dalam melakukan ritual disekitar pohon dewandaru?
C.
Tujuan Penelitian
1.
Mengetahui
alasan para peziarah melakukan ritual pada salah satu tempat sakral di area
Gunung Kawi.
2.
Mengamati
motivasi-motivasi yang timbul pada peziarah saat melakukan ritual disekitar pohon
dewandaru.
===================================================================
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Pengertian Ritual
Ritual adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan
terutama untuk tujuan simbolis. Ritual dilaksanakan berdasarkan suatu agama
atau bisa juga berdasarkan tradisi dari suatu komunitas tertentu.
Kegiatan-kegiatan dalam ritual biasanya sudah diatur dan ditentukan, dan tidak
dapat dilaksanakan secara sembarangan.
Menurut Bustanuddin (2006), ritual adalah kata sifat
(adjective) dari rites dan juga ada yang merupakan kata benda. Sebagai kata
sifat, ritual adalah segala yang dihubungkan atau disangkutkan dengan upacara
keagamaan. Kepercayaan kepada kesakralan sesuatu yang menuntut ia diperlukan
secara khusus. Masudnya adalah ada suatu tata cara perlakuan terhadap sesuatu
yang disakralkan. Dalam agama, upacara ritual atau ritus itu biasa dikenal
dengan ibadat, kebaktian, berdoa, atau sembahyang. Setiap agama mengajarkan
berbagai macam ibadat, doa, dan bacaan-bacaan pada momen tertentu.
Dalam antropologi, upacara ritual dikenal dengan
istilah ritus. Ritus dilakukan ada yang mendapatkan berkah atau rezeki yang
banyak dari suatu pekerjaan, seperti upacara sacral ketika akan turun ke sawah,
ada untuk menolak bahaya yang telah atau diperkirakan akan dating. Ritus
berhubungan dengan kekuatan supernatural dan kesakralan tertentu. Irtual sama
dengan ibadah dalam arti sempit. Sedangkan agama pada umumnya tidaklah mengatur
cara melaksanakan ritual saja. Ia juga memberikan aturan dan pedoman dalam
hubungan dengan sesame manusia dan dengan alam sekitar.
Ada tata tertib tertentu harus dilakukan dan ada
pula larangan atau pantangan yang harus dihindari yakni taboo. Taboo atau
pantangan adalah suatu pelarangan social yang kuat terhadap kata, benda,
tindakan, atau orang yang dianggap tidak diinginkan oleh suatu kelompok,
budaya, atau masyarakat. Pelanggaran taboo biasanya tidak dapat diterima dan
dianggap menyerang. Beberapa tindakan atau kebiasaan yang bersifat taboo bahkan
dapat dilarang secara hukum dan pelanggarannya dapat menyebabkan pemberian
sanksi keras. Taboo juga dapat membuat malu, aib, dan perlakuan kasar dari
sekitar. Taboo juga dipakaikan kepada pelanggaran yang sangat prinsipil dalam
ajaran suatu agama atau kepercayaan masyarakat seperti zina.
B.
Pengertian Motivasi
Motif seringkali diartikan dengan
istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan
jasmani untuk berbuat. Jadi motif tersebut merupakan suatu driving force yang
menggerakkan manusia untuk bertingkah-laku, dan di dalam perbuatannya itu
mempunyai tujuan tertentu. Setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia selalu
di mulai dengan motivasi (niat). Menurut Wexley & Yukl (dalam As’ad, 1987)
motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif, dapat pula diartikan hal atau
keadaan menjadi motif. Sedangkan menurut Mitchell (dalam Winardi, 2002)
motivasi mewakili proses- proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya,
diarahkanya, dan terjadinya persistensi kegiatan- kegiatan sukarela (volunter)
yang diarahkan ke tujuan tertentu.
Sedangkan menurut Gray (dalam
Winardi, 2002) motivasi merupakan sejumlah proses, yang bersifat
internal, atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya
sikap antusiasme dan persistensi, dalam hal melaksanakan kegiatan- kegiatan
tertentu.
Morgan (dalam Soemanto, 1987)
mengemukakan bahwa motivasi bertalian dengan tiga hal yang sekaligus merupakan
aspek- aspek dari motivasi. Ketiga hal tersebut adalah: keadaan yang mendorong
tingkah laku (motivating states), tingkah laku yang di dorong oleh
keadaan tersebut (motivated behavior), dan tujuan dari pada tingkah laku
tersebut (goals or ends of such behavior). McDonald (dalam Soemanto,
1987) mendefinisikan motivasi sebagai perubahan tenaga di dalam diri seseorang
yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi- reaksi mencapai tujuan.
Motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi, karena kebutuhan dan
keinginan setiap anggota organisasi berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini
berbeda karena setiap anggota suatu organisasi adalah unik secara biologis
maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula
(Suprihanto dkk, 2003).
Soemanto (1987) secara umum mendefinisikan motivasi sebagai suatu
perubahan tenaga yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi
pencapaian tujuan. Karena kelakuan manusia itu selalu bertujuan, kita dapat
menyimpulkan bahwa perubahan tenaga yang memberi kekuatan bagi tingkahlaku
mencapai tujuan,telah terjadi di dalam diri seseorang.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa motivasi adalah energi aktif yang menyebabkan terjadinya suatu
perubahan pada diri sesorang yang nampak pada gejala kejiwaan, perasaan, dan
juga emosi, sehingga mendorong individu untuk bertindak atau melakukan
sesuatu dikarenakan adanya tujuan, kebutuhan, atau keinginan yang harus
terpuaskan.
1.
Motivasi menurut Abraham Maslow
a.
Kebutuhan fisiologis (physiological needs)
Kebutuhan
fisiologis merupakan kebutuhan manusia yang paling mendasar, termasuk di
dalamnya adalah makanan, air, oksigen, mempertahankan suhu tubuh, dan
lain-lain. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang mempunyai kekuatan
atau pengaruh paling besar dari semua kebutuhan (Feist,2009).
b.
Kebutuhan akan keamanan (safety needs)
Ketika manusia telah
memenuhi kebutuhan fisiologisnya, maka manusia termotivasi untuk memenuhi
kebutuhan akan keamanan, yang termasuk di dalamnya adalah keamanan fisik,
stabilitas, ketergantungan, perlindungan, dan kebebasan dari kekuatan-kekuatan
yang mengancam, seperti perang, terorisme, penyakit, rasa takut, kecemasan,
bahaya, kerusuhan, dan bencana alam. Kebutuhan akan hokum, ketenteraman, dan
keteraturan juga merupakan bagian dari kebutuhan akan keamanan (Feist,2009).
Dalam
tingkatan kebutuhan ini, anak-anak lebih sering termotivasi olehkebutuhan akan
rasa aman karena mereka hidup dengan ketakutan akan gelap, binatang, orang
asing, dan hukuman dari orang tua. Namun, sebagian besar orang dewasa cenderung
merasa tidak aman karena ketakutan yang tidak masuk akal dari masa kecil yang
terbawa hingga masa dewasa dan menyebabkan mereka bertindak seolah merasa takut
akan hukuman dari orang tua. Mereka menghabiskan lebih banyak energy daripada
energiyang dibutuhkan orang yang sehat untuk memenuhi kebutuhan akan rasa aman
dan ketika mereka tidak berhasil memenuhi kebutuhan rasa aman tersebut, mereka
akan mengalami kecemasan dasar (basic
anxiety) (Feist,2009).
c.
Kebutuhan akan cinta dan keberadaan (love ang belongingness needs)
Setelah
seseorang memenuhi kebutuhan fisiologis dan rasa amannya, mereka menjadi
termotivasi oleh kebutuhan akan cinta dan keberadaan (love and belongingness), seperti keinginan untuk berteman,
keinginan untuk mempunyai pasangan dan anak, kebutuhan untuk menjadi bagian
dari keluarga, sebuah perkumpulan, lingkungan masyarakat, atau Negara. Cinta
dan keberadaan juga mencakup beberapa aspek dari seksualitas dan hubungan
dengan manusia lain dan juga kebutuhan untuk member dan mendapatkan cinta
(Feist,2009).
Orang yang
kebutuhan akan cinta dan keberadaannya cukup terpenuhi sejak dari masa kecil
tidak menjadi panic ketika cintanya ditolak. Orang yang semacam ini mempunyai
kepercayaan diri bahwa mereka akan diterima oleh orang-orang yang penting bagi
mereka. Jadi, ketika orang lain menolak mereka, mereka tidak merasa hancur
(Feist,2009).
Kelompok
kedua adalah kelompok yang terdiri dari orang-orang yang tidak pernah merasakan
cinta dan keberadaan.Oleh karena itu, mereka menjadi tidak mampumemberikan
cinta. Maslow percaya bahwa orang-orang semacam ini lama-kelamaan akan belajar
untuk tidak mengutamakan cinta dan terbiasa dengan ketidakhadiran cinta
(Feist,2009).
Kelompok
ketiga adalah orang-orang yang menerima cinta dan keberadaan hanya dalam jumlah
yang sedikit.Oleh karena hanya menerima sedikit cinta dan keberadaan, maka
mereka sangat termotivasi untuk mencarinya. Dengan kata lain, orang yang
menerima sedikit cinta mempunyai kebutuhan akan kasih sayang dan penerimaan
yang lebih besar daripada orang yang menerima cinta dalam jumlah cukup atau
tidak menerima cinta sama sekali (Feist,2009).
d.
Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs)
Setelah
kebutuhan akan cinta dan keberadaaan terpenuhi, orang-orang cenderung bebas
untuk mengejar kebutuhan akan penghargaan, yang mencakup penghormatan diri,
kepercayaan diri, kemampuan, dan pengetahuan yang orang lain hargai tinggi.
Maslow (1970) mengidentifikasi dua tingkatan kebutuhan akan penghargaan yaitu
reputasi dan harga diri. Reputasi adalah persepsi akan gengsi, pengakuan, atau
ketenaran yang dimiliki seseorang dilihat dari sudut pandang orang lain.
Sedangkan harga diri adalah perasaan pribadi seseorang bahwa dirinya bernilai
atau bermanfaat dan percaya diri. Harga diri menggambarkan sebuah keinginan
untuk memperoleh kekuatan, pencapaian atau keberhasilan, kecukupan, penguasaan,
kemampuan, dan kepercayaan diri di hadapan orang lain (Feist,2009).
e.
Kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization needs)
Setelah
semua kebutuhan pada tingkatan yang rendah terpenuhi, orang secara otomatis
beranjak pada tingkatan berikutnya. Akan tetapi, setelah kebutuhan
akanpenghargaan terpenuhi, orang tidak selalu bergerak menutu tingkat
aktualisasi diri. Orang-orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai seperti
kejujuran, keindahan, keadilan, dan lainnya akan mengaktualisasikan dirinya
setelah kebutuhan akan penghargaannya terpenuhi, sememntara orang-orang yang
tidak memiliki nilai-nilai tersebut tidak akan mengaktualisasikan dirinya
walaupun mereka telah memenuhi masing-masing dari kebutuhan-kebutuhan dasar
lainnya (Feist,2009).
Menurut
Maslow (1970), Kebutuhan akan aktualisasi diri mencakup pemenuhan diri, sadar
akan semua potensi diri, dan keinginan untuk menjadi sekreatif mungkin.
Orang-orang yang telah mencapai level aktualisasi diri menjadi manusia yang
seutuhnya, memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang orang lain hanya melihat sekilas
atau bahkan tidak pernah melihatnya (Feist,2009).
===================================================================
BAB
III
METODE PENELITIAN
A.
Desain
Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif adalah metode penelitian yang menghasilkan dan mengolah
data yang bersifat deskriptif. Pada penelitian ini menggunakan metode
kualitatif, dengan metode observasi dan wawancara. Penggunaan metode ini
dimaksudkan untuk memperoleh data otentik jawaban dari tujuan penelitian yang
telah dirumuskan. Peran peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai partisipan
total. Yang dimaksud dengan partisipan total ialah peneliti terjun langsung
dalam penelitian, peneliti juga ikut melakukan aktivitas-aktivitas yang
dilakukan subjek, dan keberadaan peneliti tidak diketahui oleh subjek.
B.
Fokus
Penelitian
Pada
penelitian ini, peneliti ingin fokus meneliti tentang hal-hal apa saja yang
dilakukan peziarah saat berada disekitar pohon yang dikeramatkan (pohon
dewandaru). Dan juga melihat pengaruh sugesti yang membuat mereka berada
disekitaran pohon dewandaru.
C.
Subjek
Penelitian
Teknik pengambilan subjek dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan teknik purposive
sampling, yaitu suatu teknik pengambilan subjek penelitian dengan
pertimbangan tertentu. Sebelum melaksanakan penelitian, terlebih dahulu
peneliti membuat karakteristik subjek yang akan diteliti. Karakteristik subjek
pada penelitian ini ialah orang dewasa yang sedang berada di kawasan pesarean.
Peneliti mengambil subjek dengan kisaran
umur diatas 30 tahun. Dimana subjek seperti ini sudah bisa membantu memberikan
jawaban-jawaban yang realistis dari pertanyaan-pertanyaan yang diberikan
peneliti.
D.
Lokasi
Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti memilih
kawasan pesarean Gunung Kawi sebagai lokasi penelitian. Dan difoukuskan pada
tempat sekitar pohon dewandaru. Dengan landasan, di kawasan pesarean pengunjung
melakukan ritual-ritual yang sesuai dengan rumusan masalah pada penelitian ini.
E.
Teknik
Pengumpulan Data
Pada
penelitian ini, teknik yang digunakan ialah:
1. Observasi
Observasi merupakan pengamatan langsung dengan
menggunakan panca indera terhadap kegiatan yang sedang dilaksanakan. Dalam
pelaksanaan observasi dapat dilakukan secara langsung peneliti ikut
berpartisipasi dalam kegiatan dan dapat juga tidak ikut dalam kegiatan yang
sedang diteliti. Pada pelaksanaan penelitian, peneliti mempergunakan teknik
observasi, dengan maksud untuk dapat mengamati lebih seksama unsur-unsur yang
diteliti.
Pelaksanaan penelitian ini berfokus pada motivasi
pengunjung datang ke pesarean. observasi dilaksanakan selama proses wawancara
dan termasuk ke dalam jenis observasi tidak terstruktur.
2. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang
utama dalam penelitian kualitatif, melalui wawancara dapat dilakukan kegiatan
percakapan langsung dengan responden. Terdapat 3 macam teknik dalam wawancara,
yakni wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tidak terstruktur. (1)
Wawancara terstruktur, teknik ini digunakan untuk mendapatkan data apabila
peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan
diperoleh; (2) Wawancara semiterstruktur, pemakaian teknik ini dimaksudkan
untuk membuka permasalahan yang lebih luas sehingga diharapkan gagasan dan ide
dari para responden/ informan tentang permasalahan tersebut; (3) Wawancara
tidak berstruktur, ada dua jenis wawancara tidak berstruktur, yaitu wawancara
yang berfokus dan wawancara bebas. Wawancara berfokus terpusat kepada satu
pokok masalah tertentu, sedangkan wawacanra bebas pertanyaan yang beralih-alih
dari satu pokok masalah ke pokok yang lain, sepanjang berkaitan dengan dan
menjelaskan aspek-aspek masalah yang diteliti.
Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan 1
macam teknik wawancara, yakni wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak
terstruktur dilakukan peneliti melalui kegiatan wawancara dengan subjek.
3. Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data
dengan menghimpun berbagai informasi berupa catatan-catatan, laporan, arsip dan
peristiwa yang terekam, yang berhubungan dengan kegiatan yang diteliti kemudian
menganalisisnya. Tujuan adalah mendukung
dan melengkapi data dan informasi yang dikumpulkan melalui observasi dan
wawancara. Pada teknik ini, peneliti mengumpulkan data yang berhubungan dengan
Gunung Kawi dan pohon dewandaru.
F.
Teknik
Analisa Data
Analisa
yang dimaksud adalah upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil
observasi, wawancara, dan dokumentasi untuk meningkatkan pemahaman peneliti
tentang persoalan yang diteliti.
Teknik
analisa data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah metode coding.
Terdapat 3 model coding yang digunakan dalam penelitian. Diantaranya ialah:
1.
Open
Coding
Open coding
merupakan proses untuk mengurai, menelaah, mengartikan data, membandingkan, mengkategorisasikan
data-data yang diperoleh dari wawancara dan observasi.
2. Axial Coding
Axial coding
merupakan prosedur yang diarahkan untuk melihat keterkaitan antara
kategori-kategori yang dihasilkan melalui open coding. Dalam axial coding terdapat
beberapa kondisi yang dapat digunakan untuk melihat saling keterkaitan itu:
a. Fenomena
utama (central phenomenon)
b. Kondisi
yang menjadi penyebab (causal conditions)
c. Konsekuensi
atau hasil dari suatu aksi atau interaksi (consequences)
d. Aksi
atau interaksi atau strategi untuk merespon atau menangani satu fenomena (strategies)
e. Konteks
atau situasi tertentu tempat atau yg mempengaruhi terjadinya aksi, interaksi,
atau strategi (context)
f. Intervening
conditions atau structural conditions yg mem-fasilitasi
atau menghambat dikembangkan suatu strategi tertentu
3. Selective Coding
Selective coding
merupakan satu proses rekonseptualisasi kategori pokok dalam satu cerita atau
narasi. Narasi ini diarahkan untuk menggambarkan dan menjelaskan dinamika
fenomena utama yang menjadi fokus penelitian dalam satu bentuk yang integratif.
G.
Keabsahan
Data
Dalam
penelitian kualitatif, keabsahan data merupakan usaha untuk meningkatkan
kepercayaan data. Uji keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan validitas
dan reabilitas, karena hal tersebut adalah syarat utama yang menjadi penilaian
ilmiah sebuah penelitian.
Dalam validitas terdapat beberapa jenis
validasi, yakni:
1. Reflective Validity
Validitas ini
mengandung maksud agar aspek/variabel terukur hendaknya dapat merefleksikan
variabel yang sebenarnya hendak diukur.
2. Ironic Validity
Proses ini, peneliti
mengkatagorikan keadaan-keadaan di lapangan yang dapat menguatkan central phenomenon.
3. Neo-pragmatic
Validity
Validitas ini adalah
kebenaran ilmu yang diperoleh berdasarkan kajian teoritis dan kerangka berpikir
penelitian si peneliti, yang pada dasarnya mengutamakan kritik terhadap berbagai macam masalah yang
dihadapi.
4. Rhizomatic
Validity
Validitas ini mencoba
untuk memberi gambaran bahwa tidak ada peristiwa yang terjadi secara linear,
namun dengan perhatian yang tinggi, setiap peristiwa itu dapat dipahami dan
diungkap banyak cerita sebagai kebenaran yang sahih.
5. Situated
Validity
6. Sedangkan
validitas ini memberikan contoh
kebenaran validitas feminist dalam situasi dominasi pengaruh pria.
Dimana wanita ingin mengekspresikan perilakunya, tampilannya, emosinya, sifat
keibuannya secara beragam.
Sama halnya dengan validitas, reabilitas
yang digunakan peneliti dalam penelitian ini juga terdapat beberapa jenis,
yakni:
a. Quixotic
Reliability
Reliabilitas ini
berdasarkan kondisi di lapangan. Penggunaan satu macam metode (observasi) yang
secara teratur dilakukan di lapangan akhirnya akan meng-hasilkan satu ukuran
yang tidak berubah. Kelemahan reliabilitas ini adalah sangat tergantung pada
kualitas pengelolaan data peneliti.
b. Diachronic
Reliability
Reliabilitas ini
menekankan pada persamaan kegiatan
pengukuran (temuan) yang selalu berbeda disetiap waktu. Karenanya
data/informasi akan mengalir sesuai dengan konteks kesejarahannya. Dari sanalah
dapat dipahami adanya keragaman & persamaan.
c. Synchronic
Reliability
Reliabilitas ini mengacu pada
kesesuaian data/informasi di setiap kegiatan pengumpulan data. Dalam mengamati
perilaku manusia seringkali didapati adanya persamaan sikap, motif &
perilaku.
====================================================================
BAB IV
PEMBAHASAN
Gunung Kawi Jawa Timur selalu dimitoskan sebagai sarana
pesugihan. Padahal sebenarnya tempat ini adalah punden Eyang Jogo. Namun karena
pandangan miring itu sudah melekat dalam masyarakat, maka gunung Kawi tersebut
dianggap mempunyai kekeramatan dalam hal perburuan harta kekayaan gaib lewat ritual
pesugihan. Berburu pesugihan memang tidak boleh gegabah dan harus berpasrah
diri. Dalam do’a pun, juga demikian. Keinginan supaya bisa menjadi kaya, bisa
datang lebih cepat dari harapan, tetapi dapat juga malah sebaliknya. Pada ranah
pesugihan, dikenal pesugihan Pohon Dewadaru.
Warga masyarakat Jawa mengenal satu tradisi yang sudah
ratusan bahkan ribuan tahun umurnya. Yakni, tradisi berburu kekayaan lazimnya
disebut pesugihan. Untuk menggapainya ilmu tersebut (pesugihan) bukan perkara
mudah. Karena dipercaya pelaku (orang bersangkutan) wajib menumbalkan nyawa,
dari salah seorang anggota keluarganya, bisa istri, anak, menantu atau yang
lainnya.
Kendati besar tebusan sekaligus resiko yang wajib dibayar,
akan tetapi anehnya jumlah orang yang memburunya berkecenderungan terus
bertambah pada setiap tahunnya. Hal itu berarti banyak orang yang ingin kaya
raya dengan cara melakukan ritual pesugihan.
Media permohonan pesugihan, bermacam-macam. Bisa melalui
punden, makam, sendang, pohon, dan bentuk tempat keramat lain. Guna terkabulnya
niatan itu, pelaku wajib atur sesaji pada penunggu gaib tempat tersebut. Fungsinya,
yaitu untuk memanggil supaya penunggu gaib berkenan muncul sekaligus mendengar
permintaan si pelaku. Dipercaya bahkan diyakini oleh sebagian orang terutama
para pemburu kekayaan, saat melakukan doa, siapapun orangnya tidak boleh
sembarangan.
Etika yang harus diikuti, antara lain harus santun, sabar
dan fokus dengan apa yang diminta. Semua hidupnya, digambarkan harus
diserahkan terhadapnya, si penunggu gaib tempat keramat tersebut. Berperilaku
seperti itu, memang tidak gampang, namun demi satu tujuan yang sudah
diperhitungkan untung dan ruginya, pelaku mau tidak mau harus mengerjakannya
dengan sepenuh hati. Agar penunggu gaib tempat keramat tersebut, bersedia
menerima doanya.
Pohon
dewandaru merupakan pohon tua dan dikeramatkan sekaligus dipercaya bisa
mendatangkan keberuntungan atau pesugihan. Pohon itu terdapat di area pesarean
Gunung Kawi, masuk wilayah Kabupaten Malang, Jatim. Masyarakat menamai pohon
Dewadaru tersebut sebagai pohon pesugihan.
Bahkan ada
juga yang menamainya sebagai pohon kesabaran. Dalam keyakinan masyarakat Tiong
Hoa, Dewadaru, jenisnya termasuk jenis Pohon Shianto atau pohon Dewa. Siapapun
yang kejatuhan pohon ini, dipercaya bisa menjadi kaya raya. Hanya saja, untuk
mendapatkan daunnya, tidak boleh dipetik atau dipanjat pohonnya dan juga tidak
boleh diambil dengan galah.
Akan
tetapi, yang bersangkutan harus duduk bersila, sambil terus memanjatkan doa
tanpa putus sembari menunggu jatuhnya helai demi helai daun pohon keramat
tersebut. Ketika jatuh, puluhan orang yang ada di bawah, langsung berebut
untuk mengambilnya.
Selanjutnya
daun dibungkus dengan selembar uang, kemudian disimpan di dalam dompet. Seperti
itulah satu mitos soal pohon Dewadaru, yang dipercaya daunnya bisa membuat
manusia menjadi kaya raya.
Dalam
sejarahnya, pohon yang mirip pohon crème ini, ditanam oleh Eyang Jugo dan Eyang
Sujo, sebagai perlambang daerah gunung Kawi dan sekitarnya aman sejahtera.
Eyang Jugo dan Eyang Sujo, dimakamkan di satu liang lahat. Lokasinya, tak jauh dari
tumbuhnya pohon tersebut.
Keduanya
dulunya merupakan pejuang, bala tentara Pangeran Diponegoro. Eyang Jugo atau
Kyai Zakaria II dan Eyang Sujo Atau Raden Mas Iman Sudjono adalah Bhayangkara
terdekat Pangeran Diponegoro.
Pada tahun
1830 saat perjuangan terpecah belah oleh siasat adu domba kompeni, dan Pangeran
Diponegoro tertangkap kemudian diasingkan ke Makasar. Sedangkan Eyang Jugo dan
Eyang Sujo mengasingkan diri ke wilayah gunung Kawi itu.
Motivasi mereka datang untuk melakukan ritual di
bawah pohon Dewandaru dipengaruhi oleh keinginan-keinginan yang ada dalam diri
mereka sendiri. Keinginan-keinginan
yang ada seperti menjadi kaya, sukses dan rejekinya lancar, tetapi ada juga
yang mempunyai keinginan agar anaknya sembuh dari penyakit.
Teori milik Abraham Maslow juga dapat kita dekatkan
dengan fenomena ini. Abraham Maslow mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia
memiliki kebutuhan pokok. Kebutuhan-kebutuhan pokok tersebut sering kita sebut
sebagai Hirarki Kebutuhan Maslow. Disini ada kebutuhan dari Hirarki Kebutuhan
Maslow yang belum terpenuhi, yakni kebutuhan akan penghargaan serta kebutuhan
aktualisasi diri.
Disini subjek pernah mengalami kegagalan serta usaha
yang subjek tekuni belum sukses. Hal tersebut membuatnya merasa belum
berprestasi dan tidak berkompetensi. Karena belum terpenuhinya kebutuhan
tersebut, mendorong subjek untuk rutin mendatangi gunung kawi agar kebutuhan
akan penghargaan lebih cepat terpenuhi. Sedangkan tidak terpenuhnya kebutuhan
aktualiasi diri terjadi karena subjek belum memenuhi hirarki kebutuhan yang ke
4 yakni kebutuhan akan penghargaan. Maslow menjelaskan, individu tidak akan
bisa memenuhi kebutuhan tertinggi atau kebutuhan yang ke 5 sebelum
kebutuhan-kebutuhan yang sebelumnya terpenuhi.
====================================================================
BAB
V
PENUTUP
Dari penjelasan pada
halaman-halaman sebelumnya, dapat saya simpulkan bahwa keyakinan dan motivasi
mempengaruhi individu berperilaku, berfikir, serta cara pandang. Seperti yang
terjadi pada subjek kami. Adanya interaksi sosial membuat prilaku, berfikir,
serta cara pandang subjek kami berubah. Karena adanya sugesti dari temannya,
subjek sangat sering mendatangi gunung Kawi, untuk memperoleh hal-hal yang
telah temannya ceritakan. Dan juga faktor imitasi dari pengunjung Gunung Kawi
yang sebelumnya subjek mendatangi gunung kawi dan melakukan ritual-ritual
seperti yang peziarah lain lakukan.
Disini subjek yang saya
teliti merasa masih kurang puas dengan apa yang dia dapatkan. Subjek masih
menginginkan usaha yang ia geluti bisa lebih berkembang lagi. Karena hal
tersebut subjek sering datang ke pesarean gunung Kawi untuk meminta agar usaha
yang ia geluti bisa lebih berkembang dan ia lebih sukses. Karena belum
terpenuhinya kebutuhan tersebut, mendorong subjek untuk rutin mendatangi gunung
kawi agar kebutuhan akan penghargaan lebih cepat terpenuhi.
====================================================================
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi
http://id.wikipedia.org/wiki/Ritual